AIDS
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Jasmani dan Kesehatan
Dosen
Pengampu Drs. Soepoyo R.
Oleh
1. Maryta
Perdana Putri (12144600054)
2. Sukristianto (12144600055)
3. Siti
Siswanti (12144600056)
4. Wahyu
Ari Wibowo (12144600057)
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
PGRI YOGYAKARTA
2012
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
AIDS
Acquired
Immunodeficiency Syndrome atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (disingkat
AIDS) adalah sekumpulan gejala dan infeksi yang timbul karena rusaknya sistem
kekebalan tubuh manusia akibat infeksi virus HIV atau infeksi virus-virus lain
yang mirip yang menyerang spesies lainnya (SIV, FIV, dan lain-lain).
Virusnya
sendiri bernama Human Immunodeficiency Virus (HIV) yaitu virus yang memperlemah
kekebalan pada tubuh manusia.
B.
Sejarah
AIDS
AIDS
pertama kali dilaporkan pada tanggal 5 Juni 1981, ketika Centers for Disease Control and Prevention Amerika Serikat mencatat
adanya Pneumonia pneumosistis (sekarang masih diklasifikasikan sebagai PCP
tetapi diketahui disebabkan oleh Pneumocystis
jirovecii) pada lima laki-laki homoseksual di Los Angeles.
Dua
spesies HIV yang diketahui menginfeksi manusia adalah HIV-1 dan HIV-2. HIV-1
lebih mematikan dan lebih mudah masuk kedalam tubuh. HIV-1 adalah sumber dari
mayoritas infeksi HIV di dunia, sementara HIV-2 sulit dimasukan dan kebanyakan
berada di Afrika Barat. Baik HIV-1 dan HIV-2 berasal dari primata. Asal HIV-1
berasal dari simpanse Pan troglodytes
yang ditemukan di Kamerun selatan. HIV-2 berasal dari Sooty Mangabey (Cercocebus atys), monyet dari Guinea
Bissau, Gabon, dan Kamerun.
Banyak
ahli berpendapat bahwa HIV masuk ke dalam tubuh manusia akibat kontak dengan
primata lainnya, contohnya selama berburu atau pemotongan daging. Teori yang
lebih kontroversial yang dikenal dengan nama hipotesis OPV AIDS, menyatakan
bahwa epidemik AIDS dimulai pada akhir tahun 1950-an di Kongo Belgia sebagai
akibat dari penelitian Hilary Koprowski terhadap vaksin polio. Namun demikian,
komunitas ilmiah umumnya berpendapat bahwa skenario tersebut tidak didukung
oleh bukti-bukti yang ada.
C.
Gejala
dan Komplikasi
1. Penyakit
paru-paru utama
Tuberkulosis
(TBC) merupakan infeksi unik di antara infeksi-infeksi lainnya yang terkait
HIV, karena dapat ditularkan kepada orang yang sehat (imunokompeten) melalui rute pernapasan (respirasi). Ia dapat dengan
mudah ditangani bila telah diidentifikasi, dapat muncul pada stadium awal HIV.
Pada
stadium lanjut infeksi HIV, ia sering muncul sebagai penyakit sistemik yang
menyerang bagian tubuh lainnya (tuberkulosis ekstrapulmoner). Gejala-gejalanya
biasanya bersifat tidak spesifik (konstitusional) dan tidak terbatasi pada satu
tempat. TBC yang menyertai infeksi HIV sering menyerang sumsum tulang, tulang,
saluran kemih dan saluran pencernaan, hati, kelenjar getah bening (nodus limfa
regional), dan sistem syaraf pusat.
2. Penyakit
saluran pencernaan utama
Esofagitis
adalah peradangan pada kerongkongan (esofagus), yaitu jalur makanan dari mulut
ke lambung. Pada individu yang terinfeksi HIV, penyakit ini terjadi karena
infeksi jamur (jamur kandidiasis) atau virus (herpes simpleks-1 atau virus
sitomegalo). Ia pun dapat disebabkan oleh mikobakteria, meskipun kasusnya
langka.
Diare
kronis yang tidak dapat dijelaskan pada infeksi HIV dapat terjadi karena
berbagai penyebab; antara lain infeksi bakteri dan parasit yang umum (seperti
Salmonella, Shigella, Listeria, Kampilobakter, dan Escherichia coli), Pada
beberapa kasus, diare terjadi sebagai efek samping dari obat-obatan yang
digunakan untuk menangani HIV, atau efek samping dari infeksi utama (primer)
dari HIV itu sendiri.
3. Penyakit
syaraf dan kejiwaan utama
Infeksi
HIV dapat menimbulkan beragam kelainan tingkah laku karena gangguan pada syaraf
(neuropsychiatric sequelae), yang
disebabkan oleh infeksi organisma atas sistem syaraf yang telah menjadi rentan,
atau sebagai akibat langsung dari penyakit itu sendiri.
Kompleks
demensia AIDS adalah penyakit penurunan kemampuan mental (demensia) yang
terjadi karena menurunnya metabolisme sel otak (ensefalopati metabolik) yang
disebabkan oleh infeksi HIV dan didorong pula oleh terjadinya pengaktifan imun
oleh makrofag dan mikroglia pada otak yang mengalami infeksi HIV, sehingga
mengeluarkan neurotoksin. Kerusakan syaraf yang spesifik, tampak dalam bentuk
ketidaknormalan kognitif, perilaku, dan motorik, yang muncul bertahun-tahun
setelah infeksi HIV terjadi.
4. Kanker
dan tumor ganas (malignan)
Pasien
dengan infeksi HIV pada dasarnya memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap
terjadinya beberapa kanker. Hal ini karena infeksi oleh virus DNA penyebab
mutasi genetik; yaitu terutama virus Epstein-Barr (EBV), virus herpes Sarkoma
Kaposi (KSHV), dan virus papiloma manusia (HPV).
Pasien
yang terinfeksi HIV juga dapat terkena tumor lainnya, seperti limfoma Hodgkin,
kanker usus besar bawah (rectum), dan kanker anus. Namun demikian, banyak
tumor-tumor yang umum seperti kanker payudara dan kanker usus besar (colon),
yang tidak meningkat kejadiannya pada pasien terinfeksi HIV.
5. Infeksi
oportunistik lainnya
Pasien
AIDS biasanya menderita infeksi oportunistik dengan gejala tidak spesifik,
terutama demam ringan dan kehilangan berat badan. Infeksi oportunistik ini
termasuk infeksi Mycobacterium avium-intracellulare dan virus sitomegalo. Virus
sitomegalo dapat menyebabkan gangguan radang pada usus besar (kolitis) seperti
yang dijelaskan di atas, dan gangguan radang pada retina mata (retinitis
sitomegalovirus), yang dapat menyebabkan kebutaan. Infeksi yang disebabkan oleh
jamur Penicillium marneffei, atau disebut Penisiliosis, kini adalah infeksi
oportunistik ketiga yang paling umum (setelah tuberkulosis dan kriptokokosis)
pada orang yang positif HIV di daerah endemik Asia Tenggara.
D.
Penyebab
AIDS
1. Penularan
seksual
Penularan
(transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan
vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau
membran mukosa mulut pasangannya. Hubungan seksual reseptif tanpa pelindung
lebih berisiko daripada hubungan seksual insertif tanpa pelindung, dan risiko
hubungan seks anal lebih besar daripada risiko hubungan seks biasa dan seks
oral. Seks oral tidak berarti tak berisiko karena HIV dapat masuk melalui seks
oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan
risiko penularan HIV karena pelindung umumnya tidak digunakan dan sering
terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.
2. Kontaminasi
patogen melalui darah
Jalur
penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna obat suntik, penderita
hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan
menggunakan kembali jarum suntik (syringe)
yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab
penyakit (patogen), tidak hanya merupakan risiko utama atas infeksi HIV, tetapi
juga hepatitis B dan hepatitis C. Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan
penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di
Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan
HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV
diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV
dapat lebih jauh mengurangi risiko itu.
3. Penularan
masa perinatal
Transmisi
HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa
perinatal, yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan
dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun
demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan
melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah
faktor dapat memengaruhi risiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat
persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi risikonya). Menyusui
meningkatkan risiko penularan sebesar 4%.
E.
Diagnosis
1. Sistem
tahapan infeksi WHO
Pada
tahun 1990, World Health Organization (WHO) mengelompokkan berbagai infeksi dan
kondisi AIDS dengan memperkenalkan sistem tahapan untuk pasien yang terinfeksi
dengan HIV-1. Sistem ini diperbarui pada bulan September tahun 2005. Kebanyakan
kondisi ini adalah infeksi oportunistik yang dengan mudah ditangani pada orang
sehat.
a. Stadium
I: infeksi HIV asimtomatik dan tidak dikategorikan sebagai AIDS
b. Stadium
II: termasuk manifestasi membran mukosa kecil dan radang saluran pernapasan
atas yang berulang
c. Stadium
III: termasuk diare kronik yang tidak dapat dijelaskan selama lebih dari
sebulan, infeksi bakteri parah, dan tuberkulosis.
d. Stadium
IV: termasuk toksoplasmosis otak, kandidiasis esofagus, trakea, bronkus atau
paru-paru, dan sarkoma kaposi. Semua penyakit ini adalah indikator AIDS.
2. Sistem
klasifikasi CDC
Tahun
1993, CDC memperluas definisi AIDS mereka dengan memasukkan semua orang yang
jumlah sel T CD4+ di bawah 200 per µL darah atau 14% dari seluruh limfositnya
sebagai pengidap positif HIV. Mayoritas kasus AIDS di negara maju menggunakan
kedua definisi tersebut, baik definisi CDC terakhir maupun pra-1993. Diagnosis
terhadap AIDS tetap dipertahankan, walaupun jumlah sel T CD4+ meningkat di atas
200 per µL darah setelah perawatan ataupun penyakit-penyakit tanda AIDS yang
ada telah sembuh.
3. Tes
HIV
Tes
HIV umum, termasuk imunoasai enzim HIV dan pengujian Western blot, dilakukan
untuk mendeteksi antibodi HIV pada serum, plasma, cairan mulut, darah kering,
atau urin pasien. Namun demikian, periode antara infeksi dan berkembangnya
antibodi pelawan infeksi yang dapat dideteksi (window period) bagi setiap orang
dapat bervariasi. Inilah sebabnya mengapa dibutuhkan waktu 3-6 bulan untuk
mengetahui serokonversi dan hasil positif tes. Terdapat pula tes-tes komersial
untuk mendeteksi antigen HIV lainnya, HIV-RNA, dan HIV-DNA, yang dapat
digunakan untuk mendeteksi infeksi HIV meskipun perkembangan antibodinya belum
dapat terdeteksi. Meskipun metode-metode tersebut tidak disetujui secara khusus
untuk diagnosis infeksi HIV, tetapi telah digunakan secara rutin di
negara-negara maju.
F.
Pencegahan
Beberapa
langkah yang dapat dlakukan untuk mencegah terjadinya penularan virus HIV yaitu:
1. Tidak
melakukan hubungan seksual secara bebas.
2. Pemakaian
alat kontrasepsi dalam melakukan sexs.
3. Tidak
menggunakan cairan pelumas dan sejenisnya pada saat sexs.
4. Tidak
menggunakan jarum suntik bekas.
5. Tidak
menggunakan jarum suntik secara berkali-kali.
6. Memberikan
pendidikan tentang sexs.
7. Membekali
iman kepada seseorang
8. Tidak
makan atau minum bersama-sama (bekasnya) dengan penderita AIDS.
G.
Penanganan
Cara
yang dapat digunakan antara lain:
1. Terapi
antivirus
2. Rehabilitasi
3. Penanganan
eksperimental dan saran
4. Pengobatan
alternatif
5. Pemberian
vaksin sementara
H.
Epidemiologi
UNAIDS
dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak
pertama kali diakui tahun 1981, membuat AIDS sebagai salah satu epidemik paling
menghancurkan pada sejarah. Meskipun baru saja, akses perawatan antiretrovirus
bertambah baik di banyak region di dunia, epidemik AIDS diklaim bahwa
diperkirakan 2,8 juta (antara 2,4 dan 3,3 juta) hidup pada tahun 2005 dan lebih
dari setengah juta (570.000) merupakan anak-anak. Secara global, antara 33,4
dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2
juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal
dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
Afrika
Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan
21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta]
dari mereka adalah anak-anak yang usianya lebih rendah dari 15 tahun. Lebih
dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih
dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005,
terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub
Sahara. Asia Selatan dan Asia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi
dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga
infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengan perkiraan 5.7 juta infeksi
(perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika
Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi,
membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia. Di 35 negara di
Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5
tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.
Meratanya HIV diantara
orang dewasa per negara pada akhir tahun 2005.
██ 15–50%
██ 5–15%
██ 1–5%
|
██ 0.5–1.0%
██ 0.1–0.5%
|
██ <0.1%
██ tidak
ada data
|
I.
Dampak
1. Stigma
(Hukuman Sosial)
Stigma AIDS lebih jauh
dapat dibagi menjadi tiga kategori:
a.
Stigma instrumental
AIDS
yaitu refleksi
ketakutan dan keprihatinan atas hal-hal yang berhubungan dengan penyakit
mematikan dan menular.
b.
Stigma simbolis AIDS
yaitu penggunaan
HIV/AIDS untuk mengekspresikan sikap terhadap kelompok sosial atau gaya hidup
tertentu yang dianggap berhubungan dengan penyakit tersebut.
c.
Stigma kesopanan AIDS
yaitu hukuman sosial
atas orang yang berhubungan dengan isu HIV/AIDS atau orang yang positif HIV.
Dampak lainnya pada
stigma yaitu:
a.
Tindakan-tindakan
pengasingan
b.
Penolakan
c.
Diskriminasi
d.
Penghindaran atas orang
yang diduga terinfeksi HIV
e.
Diwajibkannya uji coba
HIV tanpa mendapat persetujuan terlebih dahulu atau perlindungan
kerahasiaannya.
f.
Penerapan karantina
terhadap orang-orang yang terinfeksi HIV.
2. Dampak
ekonomi
a.
Memperlambat
pertumbuhan ekonomi
b.
Menghancurkan jumlah
manusia dengan kemampuan produksi (human capital).
c.
Mengecilnya populasi
pekerja dan mereka yang berketerampilan
d.
Para pekerja yang lebih
sedikit ini akan didominasi anak muda, dengan pengetahuan dan pengalaman kerja
yang lebih sedikit.
e.
Mortalitas yang
meningkat
f.
Hilangnya pendapatan
dan meningkatkan pengeluaran kesehatan oleh suatu rumah tangga.
g.
Berkurangnya pendapatan
menyebabkan berkurangnya pengeluaran.
h.
Pengalihan dari
pengeluaran pendidikan menuju pengeluaran kesehatan dan penguburan.
J.
Lampiran
1. Gambar
1.1
2. Gambar
1.2
Perkiraan risiko
masuknya HIV per aksi, menurut rute paparan per 10.000 paparan dengan sumber
yang terinfeksi.
3. Gambar
1.3